KIP Bantu ABK Raih Cita-cita
Menjadi anak berkebutuhan khusus tidak membuat Lutfi,
anak yatim penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP), melihat masa depan dengan
mata kosong. Meski tuna netra, Lutfi tetap memiliki cita-cita sesuai dengan
hobi dan kegiatan yang digemarinya saat ini, yaitu bermain keyboard. Pemilik
nama lengkap Muhammad Lutfi ini bercita-cita menjadi guru keyboard.
Saat ini Lutfi duduk di kelas 1 SD, di Sekolah Luar Biasa
(SLB) 7 Jakarta. Usianya sudah delapan tahun, agak terlambat dibanding anak
seusianya yang rata-rata sudah duduk di kelas 2 SD di usianya. Selain tuna
netra, Lutfi juga memiliki keterbatasan berupa kesulitan berkomunikasi dengan
orang lain. Namun, setelah ia masuk SLBN 7 Jakarta sejak tahun lalu, banyak
perkembangan yang dialaminya. Lutfi semakin terbuka dan lancar dalam
berkomunikasi. Ia kini dapat menjawab pertanyaan dengan baik, meski berupa
jawaban singkat.
"Suka main keyboard," tuturnya ketika ditanya
apa yang paling ia sukai di sekolah. Rupanya sebelum masuk SLBN 7 Jakarta,
Lutfi sudah lebih dulu mengenal dan belajar bermain keyboard di panti asuhan
tempat tinggalnya sehari-hari, Panti Asuhan PSBN Cahaya Batin, Jakarta.
Kemudian saat masuk sekolah, ia kembali bertemu keyboard, dan semakin menyukai
bermusik. Baik di panti asuhan maupun di sekolah, baginya sangat menyenangkan
berada di kedua tempat itu, karena ia selalu dapat bermain keyboard.
Di sekolah, Lutfi mengaku paling suka pelajaran
keterampilan. "Bikin sedotan," katanya. Ternyata Lutfi dan
kawan-kawannya di sekolah suka membuat keterampilan untuk melatih sensor
motorik mereka dengan membuat suatu bentuk, misalnya segitiga, dengan
menggunakan sedotan, atau bermain lilin untuk membuat bentuk lain.
Bocah laki-laki yang berulang tahun setiap bulan Juli itu
merupakan salah satu penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk kategori anak
yatim yang tinggal di panti asuhan. Ia menerima KIP langsung dari tangan
Presiden Joko Widodo, saat acara pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan dan
Kebudayaan (RNPK) 2017, di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta,
(26/1/2017).
Lutfi bersekolah di SLB N 7 Jakarta bersama sekitar 20
anak lainnya dari Panti Asuhan PSBN Cahaya Batin. Guru pendamping Lutfi,
Windarto mengatakan, setiap hari Lutfi dan teman-temannya diantar-jemput oleh
pihak panti asuhan dalam bersekolah. Lutfi menjadi penerima KIP di sekolah
tersebut karena memenuhi kriteria sebagai anak tidak mampu, dan tinggal di
panti asuhan. "Sebenarnya orang tuanya masih ada, tetapi putus komunikasi,
tidak tahu di mana. Bahkan saya saja sampai sekarang belum pernah bertemu
dengan orang tuanya," tutur Windarto. Ia menambahkan, sebagai penerima
KIP, Lutfi tidak pernah dipungut bayaran, baik oleh panti asuhan maupun oleh
pihak sekolah. Semua fasilitas di panti asuhan dan di sekolah diberikan secara
gratis.
Windarto merupakan salah satu guru pendamping untuk anak
berkebutuhan khusus, terutama tuna netra. Ia mengaku tetap menyiapkan anak-anak
berkebutuhan khusus di SLB N 7 Jakarta untuk menghadapi ujian sekolah (US) dan
ujian nasional (UN). "Jadi sama saja dengan anak lain, tapi metode
mengajarnya yang berbeda," ujarnya.
Ia pun merasa tidak kesulitan dalam mengajar anak-anak
berkebutuhan khusus di sekolah. Namun, ia berharap, fasilitas dan akses khusus
untuk anak berkebutuhan khusus dapat ditingkatkan kualitasnya. "Aksesnya
di sekolah belum terlalu baik untuk tuna netra. Jadi anak-anak agak lambat
untuk menuju ke suatu tempat saat berada di sekolah.
Kalau aksesnya lebih bagus mungkin lebih enak buat
anak-anak itu," ucapnya.
Pada awal tahun 2017, Presiden Joko Widodo meminta
peningkatan distribusi KIP khusus untuk anak yatim, terutama yang tinggal di
panti asuhan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) lalu
melakukan pendataan, dan tercatat ada sekitar 760-ribu anak yatim yang tinggal
di panti asuhan dan berhak menerima KIP.
Gaya Santai Jokowi
Menjadi seorang kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan tidak membuat Presiden Joko Widodo menjadi sosok yang kaku. Sisi
humanisnya muncul saat bercengkrama santai bersama anak-anak yatim penerima
Kartu Indonesia Pintar (KIP) di acara pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan dan
Kebudayaan (RNPK) 2017, di Jakarta International Expo.
Sebelum memberikan sambutan dalam acara pembukaan RNPK
2017, Presiden Jokowi mengajak beberapa anak untuk maju ke panggung.
"Siapa yang mau maju?", serunya. Banyak anak yang mengangkat
tangannya dan berniat maju, namun akhirnya hanya ada tujuh anak yang
diperbolehkan maju ke panggung untuk bercengkrama dengan orang nomor satu di
Indonesia itu. Mereka terdiri dari tiga siswa SD dan empat siswa SMP.
"Namanya siapa?", ujar Presiden kepada seorang
anak lelaki berseragam SD yang berdiri sebelahnya. "Maulana," jawab
anak itu. "Kelas berapa?" tanya presiden. "Kelas empat,"
jawab Maulana.
"Kita hitung-hitungan ya," ujar Presiden
Jokowi. Kepada Maulana, ia pun mengajukan soal matematika berupa perkalian.
"Dua dikali dua dikali dua berapa?", tanyanya. "Enam!",
jawab Maulana dengan yakin. Sontak jawaban tersebut membuat Presiden dan semua
yang hadir tertawa. Presiden pun kembali mengulang pertanyaannya, dan Maulana
pun kembali menjawab hal yang sama.
"Yasudah... Dua dikali dua dulu, berapa?", kata
Presiden Jokowi dengan santai. "Empat," jawab Maulana. "Lalu
empat dikali dua?", tanyanya lagi. "Enam," jawab Maulana dengan
mantap. Presiden dan semua yang hadir pun kembali tertawa. Namun akhirnya
Maulana berhasil menjawab dengan tepat, dan mendapatkan hadiah sepeda dari
Presiden Jokowi.
Kelucuan juga terjadi saat Alifah, bocah kelas 3 SD
mendapatkan pertanyaan selanjutnya. "Negara kita, Indonesia, kan dua
pertiganya terdiri dari lautan. Ada banyak ikan di laut maupun di sungai. Coba
sebutkan lima nama ikan," kata Presiden. "Ikan lele!", seru
Alifah dengan semangat. Jawabannya yang polos dan spontan dengan logat yang
unik, membuat Presiden Jokowi dan semua orang tertawa. "Ikan lele. Lalu
ikan apa lagi?", tanyanya. "Ikan pa-us!", kata Alifah, yang
kemudian dijawab dengan keheranan oleh sang presiden. "Ikan pa-us? Ooo...
Ikan paus?". Para hadirin pun kembali tertawa. "Lalu apa lagi?".
"Ikan teri", jawab Alifah. "Ikan teri... Yaa bolehlah,"
tuturnya santai. Alifah pun berhasil mendapatkan hadiah sepeda dari RI 1
setelah menambahkan nama ikan tongkol dalam daftar jawabannya.
Mimpi Sejak Kecil
Bertemu langsung dengan orang nomor satu di negeri ini
adalah impian sebagian besar masyarakat Indonesia. Begitu pula yang dirasakan
siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al-Hidayah Bekasi sedari kecil.
Selama tiga periode pemerintahan sebelumnya, mimpi Muhammad Burhan Budiman itu
baru terwujud pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini.
Dia tidak pernah menyangka bahwa mimpinya menjadi kenyataan di acara pembukaan
Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) 2017 di JIEXPO Kemayoran,
Jakarta.
Burhan panggilannya, berkesempatan maju ke atas panggung
untuk menjawab pertayaan dari Presiden Jokowi bersama enam orang lainnya
setelah terpilih dari ratusan anak yang mengangkat tangan. Tiba giliran siswa
yang bercita-cita menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) itu menjawab
pertanyaan dari Presiden Jokowi untuk menyebutkan tiga nama provinsi di
Indonesia. Pertanyaan itu terasa mudah bukan? Tapi tidak mudah kala menjawabnya
langsung di hadapan Presiden dan disaksikan sekitar dua ribuan penonton, dengan
terbata-bata menyebutkan nama provinsi di Indonesia bahkan sampai salah
menyebutkannya harus dia jalani. Rasa gugup itu pun dapat dilaluinya dan
terbayarkan oleh hadiah sepeda yang boleh dia bawa pulang dari beliau.
Raut wajah bahagia memancar ketika dia berjabat tangan
dengan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Republik Indonesia itu.
Dengan senyum gembira dia turun dari atas panggung dan memilih hadiah sepeda
baginya beserta kenangan tak terlupakan yang akan dia ceritakan kepada
teman-teman di sekolahnya. “Sepedanya akan
digunakan untuk keperluan bersekolah,” kata siswa kelahiran tahun 2001 itu.
Berkat KIP
Siswa kelahiran Mojokerto 1999 yang sudah yatim piatu
sedari Sekolah Menengah Pertama (SMP) tidak menyangka dapat menerima langsung
Kartu Indonesia Pintar (KIP) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan jas
hitam kebanggaan Sekolah Menengah Atas (SMA) As-Syifa Bekasi, Galih Prasetyo
pun berkesempatan berjabat tangan dengan kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan Republik Indonesia. Rasa bahagia terpancar dari raut wajahnya kala
berhadapan dengan orang nomor satu di negeri ini.
“Itu bahagia sekali karena akan menjadi kenangan,” kata
siswa yang gemar bermain basket itu. Dengan muka masih berbinar-binar, Galih
pun menceritakan betapa terkejutnya saat diberi kabar oleh gurunya untuk
menerima KIP langung dari Presiden Jokowi. Berbagai persiapan mulai dari tata
cara menerima kartu sampai bersalaman pun dia lakukan bersama penerima KIP
lainnya sejak satu hari sebelum acara pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan dan
Kebudayaan (RNPK) 2017 di JIEXPO Kemayoran, Jakarta.
Cita-citanya menjadi eksekutif muda menjadi alasan Galih
untuk membeli laptop dari dana KIP yang akan dia peroleh itu. Rencananya,
laptop tersebut juga akan dia gunakan untuk keperluan sekolah dan kelak menempuh
perkuliahan. Siswa dengan gaya rambut undercut itu pun ternyata memiliki jiwa
sosial yang tinggi. “Sisanya akan saya sumbangkan ke anak-anak yang
membutuhkan,” ujar siswa kelas XI itu.
Raut wajah penuh harapan saat bersalaman dengan Presiden
Jokowi, dalam hatinya Galih ingin beliau memberikan beasiswa sampai dia lulus
di jenjang perguruan tinggi. Begitu pun yang dirasakan oleh Siti Syarifah rekan
satu sekolah Galih yang juga menerima KIP langsung dari Presiden Jokowi.
“Sekolah juga kalau bisa gratis aja, jangan sampai bayar,” ucap siswi yang
bercita-cita menjadi guru itu.
Berkursi Roda
Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai macam kondisi.
Apapun kondisinya, manusia tetap harus bisa mensyukuri nikmat yang telah
diberikan Tuhan. Setidaknya itulah yang ditunjukkan Ervista, siswa Sekolah Luar
Biasa (SLB) Nusantara, yang menjadi penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk
kategori anak yatim yang tinggal di panti asuhan.
Anak lelaki berusia 16 tahun itu kini duduk di kelas 9
SLB Nusantara, Depok, Jawa Barat. Kegiatannya sehari-hari dilakukan di atas
kursi roda karena keterbatasan fisik yang dimilikinya. Kedua kakinya lemah,
tidak bisa digerakkan selayaknya anak sehat. Persendian dan tulang di bagian
kaki, serta otot bagian bawahnya juga lemah, sehingga Ervista harus menggunakan
kursi roda untuk berpindah tempat. Selain itu, tangan kanannya juga tidak bisa
digerakkan. Hanya tangan kiri Ervista yang bisa berfungsi dengan baik.
Namun, kondisi itu tidak membuat Ervista patah arang. Ia
tetap bersemangat melanjutkan sekolahnya. Bahkan, sekolah menjadi tempat
favoritnya dalam menyalurkan hobi dan kesenangan. “Suka belajar nyanyi,”
jawabnya ketika ditanya apa hal yang paling disukainya di sekolah. Ia pun
bersemangat saat mengatakan bahwa grup band Ungu menjadi grup musik favoritnya.
Ayah Ervista sudah lama tiada. Ibunya merupakan ibu rumah
tangga yang tinggal di rumah, sementara Ervista tinggal di asrama SLB Nusantara
untuk mendapatkan pendidikan dan bimbingan yang tepat. “Anak-anak pulangnya
bisa seminggu sekali, sebulan sekali, atau saat liburan sekolah dan lebaran,”
ujar Kusnaeni dikutip dari kemdikbud.go.id. Ia mengatakan, bagi anak-anak yang
tidak pulang ke rumah saat hari libur, sekolah tetap menyelenggarakan kegiatan
untuk anak-anak di SLB Nusantara, agar anak-anak berkebutuhan khusus itu bisa
memiliki kemampuan komunikasi dan sosialisasi yang baik. Foto: IST
COSMAS/*
Komentar
Posting Komentar